Friday, December 2, 2016

Terdampar di Dimensi Lain


Terdampar di Dimensi Lain

Aku baru saja mulai menapaki jejak-jejak petualangan dalam mimpiku ketika jeritan keras yang berasal dari ruang tamu kudengar, aku langsung terbangun, jantungku berdebar tak menentu, kesadaranku belum benar-benar terkendali, mataku masih memandang samar-samar. Dengan langkah gontai aku menuju ruang tamu yang entah kenapa mati lampu, kupaksa retinaku agar terbiasa secepat mungkin dengan keadaan sekitarku. Klik! Lampu menyala dan hal pertama yang menjadi titik fokus pandangku adalah keadaan ruang tamu amburadul bagai kapal pecah, sofa terkoyak sana sini, dua buah lampu hias pecah berserakan di lantai, dan yang paling mengerikan yaitu darah berceceran di semua tempat, dinding yang dicat putih, kini bercampur darah. Aku mematung, otakku tak bisa berkompromi dengan apa yang kulihat, aku gemetar hebat.

Aku kumpulkan sisa-sisa keberanianku untuk mencari sumber daripada ceceran darah itu. Aku melangkah perlahan dan pelan, ada bekas pijakan di samping sofa menuju ke dapur. Kuputuskan untuk mengikuti jejak itu, makin mendekati dapur, darah yang menjadi jejak pijakan itu semakin mengental dan banyak. Bau amis mulai menusuk hidung hingga perutku mual rasanya. Keringat membasahi area pelipis dan dahiku bercampur dengan kecemasan tentang hal apa yang sedang terjadi menimpa keluargaku.

Di pintu dapur, aku mulai berjalan sepelan mungkin ke arah gudang yang terletak hanya beberapa langkah dari tempatku berdiri, pintunya sengaja dibikin mirip dengan pintu lemari untuk mengecoh siapa saja yang baru datang di rumah kami. Aku benar-benar takut kali ini. Aku mengintip dari celah pintu yang tidak terlalu besar.

Tiba-tiba ada sesuatu yang berjalan memasuki dapur, suaranya terdengar sengau dan berat, kakinya berbulu hitam lebat, cakar hitam yang tajam, dan oh dia menyeret sesuatu. Sesuatu itu adalah Sepupuku Linda yang menginap di rumahku. Diangkatnya Linda ke atas meja makan di tengah ruangan, perutku makin mual ketika melihat kepala Linda yang hancur setengah bagian, mata kirinya copot, wajahnya penuh cakaran. Oh my god! Makhluk apa ini sebenarnya, jeritku tertahan. Dengan cakarnya yang tajam, makhluk yang ternyata bertaring dan bermata merah itu mencabik tubuh Linda yang tergolek tak berdaya, makhluk buas itu melakukannya tanpa henti hingga usus Linda berpindah tempat, bercampur darah yang juga berceceran kemana-mana.

Kengerian kian menyelimutiku, aku melangkah mundur. Baru kali ini seorang Vera Zenny mengalami hal seperti ini, wajar saja bila ketakutanku memuncak. Praakk!! Bunyi keranjang yang jatuh karena tersenggol olehku, matilah aku. Jangan sampai makhluk buas itu menemukanku, keringat bercucuran deras ke seluruh tubuhku. Mataku fokus mengawasi celah yang tadi menjadi tempaku mengintip dan ada siluet yang bergerak maju ke arah gudang, ke arahku. Tuhan, tolong aku! Butiran hangat perlahan membasahi pipiku lagi dan lagi, hingga pintu itu benar-benar dibuka yang menimbulkan bunyi memilukan.

Kini di hadapanku berdiri makhluk bertubuh tegap dengan tonjolan tak beraturan di sekujur tubuhnya, mata merah menyala, taring tajam, cakar panjang penuh darah, dan bau tubuhnya sangat menyengat. Jejak-jejak darah masih ada di wajahnya yang bersisik. Aaaaaaaaaaaa!!!! Aku menjerit sekeras-kerasnya ketika tangan makhluk buas itu menyentuh pipiku, kulitnya begitu kasar. Namun tiba-tiba dilepas, aku mendengar namaku dipanggil.

Kupaksa mataku agar terbuka, kulihat ibuku tengah memandangku prihatin. Matanya meneduhkanku, “Kamu demam sayang, jadi mimpi yang aneh-aneh” ucap beliau lembut. Kemudian memelukku, aku tersenyum, nyaman. Kutepis semua rasa kekhawatiranku.
Semoga tak ada mimpi aneh lagi.

No comments:

Post a Comment