Friday, December 2, 2016

Kereta Tengah Malam


Kereta Tengah Malam

Aku berlari sekuat tenaga.

“maaf mbak, keretanya sudah berangkat 10 menit yang lalu” ucap seorang pemuda tinggi berseragam abu-abu.
“huh, aku terlambat” gusarku.
“tenang saja mbak, ada satu kereta lagi yang akan berhenti tengah malam nanti” ucapanya kemudian menenangkanku.

Aku berkerja di sebuah kantor swasta yang bergerak dibidang keuangan. dan hari ini aku kebagian lembur untuk menyelesaikan laporan Rapat akhir tahun yang akan dilaksanakan besok siang. Aku masukan tanganku berkali-kali ke saku blazer coklat yang ku kenakan. jam 12 malam berarti satu jam kedepan.
“huh, andai saja lariku lebih cepat ketika turun kantor tadi, andai liftnya tidak mati, dan andai saja ada angkot yang lewat malam ini, aku takkan terdampar di stasiun sekarang”

“Tuuut Tuut, ting, ting” peluit kereta menggema bersamaan dengan dentingan jam tanda tibanya tengah malam.
Aku berjingkat. “akhirnya” kubuang nafasku pelan dan mulai menaiki gerbong 16 kereta biru tersebut.
Penumpangnya jarang sekali, hanya ada aku, Seorang gadis berbaju merah, dan seorang bapak tua pembawa karung.
rasa kantuk dengan hebat mulai merayu pelupuk mataku untuk tertutup. perjalanan masih empat puluh menit kedepan.
entah kenapa aku merasakan hal aneh pada kereta ini. aku mendengar teriakanku sendiri dan mencium bau amis darah yang menguar kuat di ujung hidungku.

“ugh” kubuka mataku pelan Hanya mimpi.

15 menit lagi akan sampai. bulu kudukku mendadak merinding. aku seperti mendengar suara gertakan gusi-gusi di belakangku. Dan, ah, si gadis berbaju merah itu sedang melahap tulang-tulang segar dengan darah yang menetes di ujung bibir merahnya.
bapak tadi.

“ya tuhan bantu aku, tubuhku serasa kaku”

Bapak pembawa karung itu mengasah sebilah golok yang penuh dengan cairan merah, dan bisa kutebak itu darah. Darah siapa? kubalikan tubuhku tapi tidak bisa. semuanya kaku. sampai seorang menepuk bahuku, pemuda di stasiun tadi.

“sudah sampai nona, turunlah” pintanya.

Sisa 15 menit di dalam kereta itu terasa sangat lama. bulu kudukku terangkat. kurasakan aliran darahku berdesir hebat. petugas stasiun itu tersenyum ke arahku tanpa kedua bola mata.

“nona, nona naik kereta itu?” perkataan seseorang membuyarkan lamunanku.
“iya mbak, ta.. tapi, kenapa dalamnya hantu semua mbak” tanyaku.
“karena kau pun juga hantu” tiba-tiba suara kikikan menggema di telingaku. kulihat wajahku di kaca ada sayatan golok di leherku.

“aku sudah mati”

No comments:

Post a Comment