Friday, December 2, 2016

Perjalanan Menakutkan


Perjalanan Menakutkan

Suatu sore, aku naik kereta dengan destinasi yang cukup jauh. Entah apa nama tujuan yang akan aku singgahi, aku mengikuti jalur rel tanpa ditemani siapapun. Di dalam sebuah gerbong sepi, hanya ada aku, seorang pria yang sedang tidur dan sesosok pria lain yang mirip dengan alm. Kakekku. Suasana di dalam kereta tersebut sangat mencekam, hanya terdengar suara gesekan roda dan rel sepanjang perjalanan, tanpa ada suara lain yang menyentuh telingaku.

Seseorang yang mirip dengan alm. Kakekku, duduk di pojok dekat dengan pintu penghubung gerbong. Selama duduk, ia selalu mengawasi gerak-gerik tubuhku dan sesekali memanggilku untuk duduk di sebelahnya. Sedangkan pria satunya tidur dalam keadaan tengkurap sehingga memakan banyak tempat duduk untuk ditumpangi orang lain.

Setelah kereta berhenti di stasiun hutan (tempat pemberhentian yang langsung menuju hutan), aku turun sambil membawa roti tawar yang selalu aku genggam selama perjalanan. Entah apa yang aku tuju dalam perjalanan tersebut. Setelah melangkahkan kaki turun dari kereta, kereta tersebut kembali berjalan dan meninggalkanku sendiri di tempat itu.

Bingung? Ya, aku tidak tahu harus kemana untuk pergi sekaligus untuk beristirahat. Senja perlahan menjadi malam, ditengah gelapnya suasana maghrib aku yang sedang sendiri segera mengambil tindakan untuk mencari tempat penginapan yang mungkin berada di dalam hutan. Sangat seram sekali.

Bermodalkan senter dan jalan setapak yang mungkin sebagai akses pejalan kaki lalu lalang, aku terus mengikuti jalan tersebut terus dan terus. Sesekali aku makan roti tawar demi menjaga isi perut agar tetap terisi dan terbebas dari rasa lapar yang menghantui.

Sekitar 30 menit aku berjalan, aku menemui sebuah simpangan pertigaan. Betapa kagetnya aku ketika menemui 2 orang pria berpakaian tentara jadul, layaknya prajurit zaman perang, seragam hijau polos dengan sedikit atribut terpasang di pakaian 2 orang tersebut. 1 diantara mereka hanya diam menatapku dan satunya memberi isyarat kepadaku untuk berjalan ke arah kanan, tangannya menunjuk sesuatu sambil mengarahkan jalan kepadaku tanpa mengatakan sepatah kata pun. Aku semakin kaget dan takut luar biasa.

Segera aku berpamitan kepada 2 orang tersebut dan segera berlari ke arah yang diberitahukan oleh prajurit tersebut. Mungkin ada maksud baik tersirat dari pesannya tersebut, entahlah. Aku hanya terus mengira-ngira dan terus berdo’a agar diberikan jalan yang benar dan segera keluar dari hutan yang gelap gulita tersebut.

Tidak hanya takut pada arwah atau penampakan setan yang mengganggu, aku juga takut akan kehadiran manusia jahat yang mungkin bisa saja membegalku lalu membunuhku. Sungguh, aku tidak dapat berpikir jernih waktu itu. yang dapat aku lakukan hanyalah terus berjalan dan berjalan tanpa mengenal lelah. Sesekali aku tengok ke belakang untuk melihat 2 orang prajurit tersebut, ternyata mereka sudah tidak ada.

Lama aku berjalan di dalam kegelapan malam, akhirnya aku menemukan sebuah desa dengan konsep alamiah dan sederhana. Bangunannya terbuat dari bilik bambu dan kayu beratapkan erang-erang layaknya bangunan zaman dahulu. Mungkin aku sudah melewati perjalanan waktu sehingga aku bisa berada disana. Aku masih belum memahami atas apa yang sebenarnya terjadi.

Di dekat tebing, dibuat tangga dengan beberapa lubang yang keluar mata air jernih dari dalam lubang tersebut. Suasana mulai terang dengan pencahayaan lilin dan obor di setiap sudut jalan. Sepi. Tidak ada orang sama sekali di dalam desa tersebut.

Jalan setapak di desa tersebut ada yang lebar dan ada juga yang sempit. Aku berusaha mencari seseorang yang mungkin dapat membantuku terkait apa yang sebenarnya terjadi. Aku terus mencari demi mendapatkan kebenaran. Akan tetapi hasilnya nihil. Setelah selesai aku kelilingi, tidak ada seorang pun yang datang menghampiri dan tidak ada seorang pun yang aku temui. Lantas siapa yang menyalakan obor? Bingung dan takut terus menyelimuti.

Dalam kondisi kebingungan yang tiada batas, aku segera berwudhu dari lubang yang memancarkan air tersebut dan melakukan shalat maghrib-isya jama’ munfarid. Aku tahu satu hal, mungkin karena aku belum shalat, maka akal pikiranku selalu dihantui, bahkan berada dalam ruang abstrak yang sulit digambarkan.

Selesai shalat, aku bermunajat dan berdo’a kepada Allah swt. untuk diselamatkan dari marabahaya dan dibantu untuk bisa kembali pulang ke rumah. Setelah puas aku melampiaskan isi hati, aku tertidur layaknya orang yang keletihan. Setelah itu tinggalah gelap.

Entah berapa lama aku tertidur, tiba-tiba aku terbangun di kursi tamu rumah ua-ku. Aku diingatkan untuk cuci muka dan persiapan makan siang. Aku tersadar bahwa itu semua hanyalah mimpi. Sungguh aneh mimpi yang baru saja aku alami tersebut, seolah tampak seperti nyata. Intinya, segala sesuatu itu milik Allah swt. dan hanya dengan mengingatNya (shalat dan bermunajat) hati kita menjadi tenang. Jangan lupa berdo’a sebelum tidur.

No comments:

Post a Comment