Friday, December 2, 2016

Gadis Yang Kukejar


Gadis Yang Kukejar

Ruangam dipenuhi alunan musik yang dimainkan DJ, suasana malam yang kian larut kian memanas membuat muda mudi enggan meninggalkan perayaan sweet seventeen yang dirayakan oleh Sally. Putri konglomerat itu amat beruntung karena ulang tahunnya ini bertepatan dengan malam minggu, malam yang panjang, malam yang asyik buat pacaran kata sebuah lirik lagu.

Walau perayaan anak muda yang cenderung gila-gilaan, pesta ini dijamin aman tanpa mir*s, rok*k, apalagi nark*ba. Orangtua sally sangat memperhatikan pergaulan dan teman-teman Sally. Semua temanku, cowok maupun cewek tengah melantai ketika musik slow dance dimainkan. sementara aku hanya duduk memandangi mereka dengan cocacola yang telah kuteguk setengah.

Bukannya tak ada cewek yang mau denganku, tapi saat ini aku sedang sibuk “mengobervasi” seorang cewek teman kelasku. Rinta namanya, kulit sawo matang, pipi chubby berlesung, dengan rambut lurus berponi. Malam ini ia terlihat semakin cantik dengan gaun krem pastel, dan high heels senada. Gadis yang penuh teka-teki dan sexy, bukan karena bodynya tetapi karena ia tak haus akan perhatian cowok-cowok. sifatnya yang agak tertutup dan serius membuatku penasaran, tatapan matanya yang tajam telah memikat hatiku.

Tiba-tiba ada tangan yang menepukku. “Mupeng aja Lo! Liatin siapa sih?” tanya Ari mengacaukan kegiatan observasiku. “Ck.. enak aja, pala lo tuh yang mupeng. Orang gue lagi mengamati kok.” jawabku kesal. Soalnya walau aku gaul dan rada nakal, tapi sumpah aku enggak doyan mupengin cewek. Bagiku wanita itu berharga dan harus dijaga. Cieeh..

“Si Rinta? cewek asosial di kelas kita? Basi broo!” Ari mencibir. “Banyak cewek yang lebih asik untuk diperhatikan. Gardis cewek eksotis, Lia si cover girl, Saly cantik, putih, semok lagi. dan Marta si imut unyu-unyu. Lo kelainan ya bro?” aku mendesah menanggapi perkataan Ari yang memang ada benarnya juga. Rinta memang jarang bergaul, temannya cuma satu yaitu Christy yang juga jarang bergaul. Mereka berdua itu cenderung asyik sendiri. Bahkan saat ada gosip ter-hot di kelas mereka berdua tak tahu. Padahal gosip itu telah mewabah bak virus influenza.

Kedatangannya di pesta ini pun hanya solidaritas semata. Namun, bagaimanapun juga aku telah bertekad untuk mendekatinya. “Bro.. gue enggak peduli apa pendapat lo tentang dia, so gue tetap ngejar dia!” tegasku pada Ari kemudian meninggalkannya. “Woi Zafran, lo mau kemana bro?!” teriak Ari namun ku abaikan.

Ku menuju tempat dimana Rinta duduk sendirian, sejenak kurasakan hawa dingin yang aneh namun tak kuanggap. Bagiku yang terpenting adalah menggapai Rinta. “Hai… selamat malam.” sapaku lembut. Ia menoleh ke arahku dengan tatapan tajam dan dingin, namun tersenyum tipis. “Sendiri ni? Christy mana?” tanyaku basa-basi dan dibalasnya dengan anggukan kecil. Aku merasa aneh bukan dengan sikap dinginnya, tetapi sedari tadi tak ada seorang pun yang berpaling ke arah Rinta.

“Kamu sakit Rin?” tanyaku khawatir, dan sekali lagi ia hanya menggeleng. “Rinta, pr biologinya sudah dikerjakan?” aku memancingnya untuk bicara, namun lagi-lagi hanya sebuah anggukan tanpa kata. “Busyet ini anak cuek banget.” batinku. Aku hampir menyerah ketika ia tiba-tiba menggoyang-goyangkan tanganku. Kulihat ada darah menetes di keningnya. “Rin.. ka..ka.. kamu kenapa?” tanyaku terbata kemudian, kurasakan dingin dan kaku di seluruh tubuhku, lalu kesadaranku hilang.

“Zafraaan….! bangun, lo bisa dengar gue kan?” kudengar suara berisik Sally, juga Gardis, “Zafran…. cepat sadar doooong..!” Perlahan-lahan kubuka kelopak mataku, dan aku berada di kamar Sally dikelilingi teman-teman sekelasku. “Gila lo semua! Ngapain baju gue dibuka-buka?” aku kaget karena kancing kemejaku terbuka semua. “Lo pingsan Zaf, terus kita bawa lo kesini.” Lia menjelaskan. “Parah lo bro! masuk angin sampai pingsan!” gerutu Ari. Aku heran dengan penjelasan mereka, bagaimana aku pingsan? lalu bagaimana Rinta?

“Stop… stop.. lu semua jangan ngaco ye. Enggak mungkin tahu! Gue tadi lagi ngobrol sama Rinta, dimana dia sekarang?” semua kaget mendengar tanyaku. “Rinta? lo ngobrol sama dia?” tanya Marta
yang pertama kali sadar dari keterkejutannya. “Lo jangan bercanda Zaf..” Redo menambahi. “sumpah! Ari, lo kan yang tadi jelek-jelekin Rinta. Ngaku deh lo.” sergahku. Ari heran, “Gue cuma nepuk-nepuk pundak lo saat pingsan.” Aku makin tak mengerti dengan situasi ini. “Rinta dimana?” tanyaku lagi.

“Rinta enggak hadir di pesta ini, dan enggak akan pernah hadir lagi.” jawab Sally sambil terisak, semua yang ada mengiyakan dengan raut sedih. “Zaf, lo enggak mungkin bisa ngobrol sama Rinta.” isak Gardis. “Benar Zaf, barusan ada kecelakaan. Christy kritis dan Rinta…” Lia tak kuasa melanjutkan perkataannya. “Rinta kenapa?!” bentakku. “Rinta udah ninggalin kita, dia udah pergi dari dunia ini.” Redo akhirnya menjelaskan. ini tak masuk akal, aku baru saja berbincang dengan Rinta.

“Semua ini nyata Zafran. Kecelakaan itu tadi sore sebelum pesta dimulai, mereka ditabrak mobil saat menuju kesini.” tutur Ari. Aku shock mendengar semuanya, bagaimana bisa? Lalu siapa yang kuajak bicara tadi? “Enggak! ini enggak mungkin! Rinta hidup, dia belum meninggal!!!” teriakku.

“Semua itu benar, maaf aku terlambat. Ini kado untukmu Sally, Happy Sweet Seventeen.” Kami terkejut mendengar suara dingin itu. kemudian berpaling ke arah pintu kamar dan semua menyaksikan Rinta disana dengan gaun krem berlumuran darah dan wajah pucat.

No comments:

Post a Comment